ARTIKEL SEMANTIK: MAKNA DAN REFERENSI
MAKNA DAN REFERENSI
ARTIKEL
SEMANTIK
Yang
dibina oleh DR. SUJINAH
oleh
SUBANDI (20112110024)
SITI
AGUSTINI (20112110025)
OLEH:
PRODI PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011-2012
MAKNA
DAN REFERENSI
A.
Pengantar
Studi semantik yang dikemukakan Verhaar (1978) dalam Chaer
(1990:7), menjelaskan kedudukan semantik dalam sistematika bahasa yang terdiri
atas tata bahasa (gramatika), fonologi, fonetik, dan leksikon. Tidak semua tataran bahasa memiliki
keterkaitan dengan semantik, seperti fonologi (tiap-tiap fonem sebagai pembeda
makna) dan fonetik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa fon (bunyi) tidak
mengandung makna. Demikian pula dengan fonemik dalam fonologi yang juga tidak
mengandung makna. Hanya saja fonem sendiri dapat berfungsi sebagai pembeda
makna. Berbeda dengan tataran bahasa lainnya yang mengandung makna. Leksem
sebagai satuan gramatikal kecil atau biasa disebut kata, mengandung makna
leksikal. Jenis semantik yang berkaitan dengan leksem tersebut adalah semantik
leksikal. Istilah semantik gramatikal berkaitan dengan tataran tata bahasa atau
gramatika. Satuan- satuan morfologi yaitu morfem dan kata, maupun satuan-satuan
sintaksis seperti kata, frase, klausa, dan kalimat jelas mengandung makna.
Berdasarkan penjelasan Verhaar, jelaslah bahwa ketika
seseorang melakukan kegiatan berbahasa secara verbal, seseorang itu akan
melibatkan konsep makna (semantik), yaitu makna-makna yang terdapat dalam
satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Keterikatan dan
keterkaitan makna dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. Seiring
perkembangan jaman, makna juga mengalami perubahan atau pergeseran. Lebih lanjut
akan dilakukan pembahasan tentang sekitar makna beserta hal-hal yang
melingkunginya.
B. Makna, Informasi, dan Maksud
Bermula dari
teori yang dikemukakan Ferdinand de Saussure tentang tanda linguistik. Tanda linguistik terdiri atas 2 unsur, yaitu (1)
yang diartikan (signified) dan (2)
yang mengartikan (signifier). Signified adalah makna suatu tanda bunyi, sedangkan signifier adalah bunyi-bunyi
yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa. Jadi, sebenarnya tanda linguistik
merujuk pada unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah
unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada
suatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual). Pemahaman
terhadap hubungan antara tanda linguistik dengan referennya, dapat dicontohkan
adanya tanda linguistik yang dieja <boneka>. Tanda tersebut terdiri atas
unsur makna atau yang diartikan ‘boneka dan unsur bunyi atau yang mengartikan
dalam wujud fonem [b,o,n,e,k,a]. Kedua unsur itu mengacu pada referen yang
berada di luar bahasa, yaitu sebuah boneka sebagai mainan anak-anak yang
berbentuk orang-orangan atau binatang-binatangan. Dalam hal ini, kata boneka
sebagai hal yang menandai (tanda linguistik) dan boneka sebagai mainan
anak-anak adalah hal yang ditandai.
Segitiga semantik
menjelaskan bahwa sebuah kata / leksem mengandung makna atau konsep tersebut.
Sifatnya umum. Untuk referen atau sesuatu yang dirujuk, yang berada di luar
bahasa, bersifat tertentu. Hubungan kata/ leksem dengan maknanya bersifat
langsung, begitu pula hubungan makna dengan suatu yang dirujuk (dalam dunia
nyata). Lain halnya dengan hubungan antara kata/ leksem dengan suatu yang
dirujuk (dunia nyata), bersifat tidak langsung, sehingga digambarkan dengan
garis terputus-putus.
Dengan demikian makna memunyai pengertian gejala dalam
ujaran (utterance-internal phenomenon). Sejalan itu, makna berhubungan dengan
informasi dan maksud. Informasi diartikan sebagai gejala luar ujaran (utterance
– external phenomenon). Untuk maksud, definisinya sama dengan informasi, yaitu
gejala luar ujaran. Walaupun sama, antara informasi dan maksud memunyai
perbedaan yang berarti. Informasi menekankan objek atau hal yang dibicarakan,
sedangkan maksud melihat orang yang berbicara atau subjek (si pengujar).
Selanjutnya, makna, informasi, dan maksud digunakan secara bersamaan ketika
seseorang sedang berbahasa. Contohnya, Kata ayah dan bapak memunyai informasi
yang sama yaitu orang tua laki-laki, tetapi maknanya tetap tidak persis sama
karena bentuknya berbeda. Kalimat Ayah
saya kuat dapat diganti Bapak saya
kuat. Hal tersebut berbeda ketika ada kalimat Bapak Presiden yang terhormat.
Frase Bapak presiden tidak dapat
diganti dengan frase ayah presiden.
Berkaitan dengan penggunaan maksud dalam ujaran, seperti ketika seorang ayah
melihat rapor anaknya dan menjumpai angka-angka nilai banyak yang merah, ayah
tersebut berkata kepada anaknya,” Rapormu bagus sekali, Nak !”. Tentu saja
ujaran sang ayah sebenarnya bukan bermaksud untuk memuji anaknya, melainkan
bermaksud untuk menegur atau mungkin mengejek. Chaer (1990:36) menjelaskan berkaitan
dengan penggunaan maksud, bahwa maksud banyak digunakan dalam bentuk
ujaran-ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya
bahasa lain. Lebih lanjut tentang makna, informasi, dan maksud, Verhaar (1978)
dalam Chaer (1990:36) menjelaskan lewat diagram sebagai berikut :
Istilah
|
Segi
|
Jenis semantik
|
(dalam keseluruhan peristiwa
pengujaran)
|
||
MAKNA
|
Segi lingual atau dalam ujaran
|
Semantik kalimat (gramatikal dan
leksikal)
|
INFORMASI
|
Segi objektif (segi yang dibicarakan)
|
Luar semantik (ekstra lingual)
|
MAKSUD
|
Segi subjektif (di pihak pemakai
bahasa)
|
Semantik maksud
|
Akhirnya, dapat dikatakan makna berkaitan dalam ujaran
(segi linguistik). Jenis semantik yang
berkaitan dengan makna adalah semantik leksikal, semantik gramatikal, dan semantik
kalimat.
C. Makna dan Referensi
Berkaitan dengan makna dan referensi yang sudah dijelaskan
sebelumnya, terdapat bagan yang lebih khusus menjelaskan tentang referensi
(Verhaar, 1996: 390), yaitu :
Ektoforis (ekstralingual/semantik leksikal)
referensi
endoforis (intralingual/semantik gramatikal)
anaforis (merujuk ke belakang) dan kataforis (merujuk ke
depan)
Verhaar (1996:390) membedakan istilah referensi ke dalam
dua arti yang berbeda, yakni referensi ekstralingual (ektoforis) dan referensi
intralingual (endoforis). Referensi ekstralingual merupakan referen yang berada
di luar bahasa/ tuturan. Bisa dijelaskan dari contoh “Saya makan roti”. Roti
sebagai referen ekstralingual ialah bahan makanan yang terbuat dari terigu yang
dapat dimakan, bukannya makan kata roti. Referen yang berada di luar bahasa
dinamakan ektoforis. Lainnya adalah referensi dalam tuturan (intralingual),
disebut juga endoforis. Referen yang satu ini dibagi dua jenis, yaitu anaforis dan kataforis. Perujukan anaforis
adalah hal perujukan kepada teks yang mendahului. Kata –nya dalam contoh kalimat “Roti
yang kita beli kemarin, saya sudah memakannya”, mengacu kembali pada roti.
Perujukan kataforis adalah hal perujukan kepada teks yang mengikuti. Contoh
klausa orang yang mendaftarkan diri harus
membawa kartu penduduk. Kata orang
pada klausa tersebut, bergantung pada konteks yang mengikutinya.
Dengan demikian referensi berhubungan erat dengan makna.
Referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal, seperti penjelasan Verhaar
(1996:389). Referensi ektoforislah yang berada dalam wilayah semantik leksikal,
sehingga menjadi salah satu sifat makna leksikal, sedangkan referensi endoforis
yang berada di dalam bahasa (intralingual) berada dalam wilayah semantik gramatikal.
Hal tersebut dapat dihubungkan dengan pembagian endoforis yang meliputi
anaforis dan kataoris.
Rujukan :
Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka
Cipta
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press
ARTIKEL SEMANTIK: MAKNA DAN REFERENSI
Reviewed by agustin
on
Mei 09, 2017
Rating:
Tidak ada komentar