PUISI ESAI “ATAS NAMA CINTA”, ANTARA IMAGINASI DAN FAKTA
PUISI ESAI “ATAS NAMA CINTA”, ANTARA
IMAGINASI DAN FAKTA
Deny JA, merambah ke dunia sastra.
Langkahnya ditandai dengan memunculkan kumpulan puisi “Atas Nama Cinta.” Judul tersebut merupakan judul salah satu
puisi dari kelima puisinya. Walaupun diwakili oleh satu judul puisinya, Deny JA
mengekspresikan cinta dari berbagai tragedi. Tragedi-tragedi diskriminasi yang
dialami oleh sekelompok masyarakat minoritas, rupanya yang menggelitik Deny JA.
Ketika membaca puisi-puisinya, pembaca serasa membaca narasi atau cerita.
Apakah berarti dapat dikatakan puisi-puisi Deny adalah puisi narasi ? Puisi narasi dapat ditandai
dengan keberadaan sebuah cerita yang disusun sesuai tipologi puisi. Contoh
puisi narasi yang ditulis WS. Rendra di bawah ini, dapat dibandingkan dengan
puisi Deny JA.
Dan bukan
karna,hujan,angin ataupun kemarau
Pada peta perjalanan masa jahiliyah…
Saat khilafah perjuangkan rakyat jelata
Dan bukan karna,asa,siksa,ataupun jera
Malaikat memjelma bagai seorang peminta
Pada peta perjalanan masa jahiliyah…
Saat khilafah perjuangkan rakyat jelata
Dan bukan karna,asa,siksa,ataupun jera
Malaikat memjelma bagai seorang peminta
Pagi, yang
menghujamkan seribu bahasa
Dimulai saat ejaan kata tak lagi mengisyaratkan wacana
Tercucur sudah darah-darah mengalir di kediaman angan
Menghela nafas…
Embun terasa di kulit tangan..
Menyelinap butiran-butiran harapan
Pandanganku hanya tertuju pada langit…
Tentang keteguhan,moral yang seakan dapat di bayar
Nadi ku seakan merasuk otakku
Teduh dalam kiasan..
Sendu dalam lamunan..
Embun itu merasuk hatiku…
Apakah ini…bukan sekedar narasi
Ataukah persepsi..
Dari asa yang tertinggal…
Dari hati yang berbekal…
Pagi itu..hanya aku yang tau..
Bunga mekar menakjubkan…
Angin riang menyanyikan..
Embun datang menyerukan
Kar’na aku masih ada di suatu pagi
Kar’na aku masih bisa bermimpi…
Dimulai saat ejaan kata tak lagi mengisyaratkan wacana
Tercucur sudah darah-darah mengalir di kediaman angan
Menghela nafas…
Embun terasa di kulit tangan..
Menyelinap butiran-butiran harapan
Pandanganku hanya tertuju pada langit…
Tentang keteguhan,moral yang seakan dapat di bayar
Nadi ku seakan merasuk otakku
Teduh dalam kiasan..
Sendu dalam lamunan..
Embun itu merasuk hatiku…
Apakah ini…bukan sekedar narasi
Ataukah persepsi..
Dari asa yang tertinggal…
Dari hati yang berbekal…
Pagi itu..hanya aku yang tau..
Bunga mekar menakjubkan…
Angin riang menyanyikan..
Embun datang menyerukan
Kar’na aku masih ada di suatu pagi
Kar’na aku masih bisa bermimpi…
Puisi
narasi WS. Rendra di atas masih menunjukkan ciri-ciri sebuah puisi. Bahasanya
indah dan bermajas atau bahasa konotatif. Makna puisi tidak lugas. Bertolak
belakang dengan puisi-puisi Deny JA. Bahasa yang dipakai bermakna lugas,
walaupun sedikit masih menggunakan bahasa yang konotatif. Puisi Deny masih
memperhatikan rima. Hanya saja Deny mengenalkan kumpulan puisinya sebagai puisi
“esay”. Tidak lain hal tersebut disebabkan keberadaan catatan kaki dalam
puisi-puisi Deny. Catatan kaki berfungsi menjelaskan fakta yang melatari
pikiran dan perasaan Deny dalam “Atas Nama Cinta”. Contohnya, diungkapnya dalam
catatan kaki fakta tentang pernikahan beda agama yang terjadi antara Nia Dicky
Zulkarnaen dan Ari Sihasale, disahkan di Australia, atau pernikahan yang
dilakukan Ira Wibowo dan Katon Bagaskara. Deny sepertinya hendak mengatakan
pernikahan beda agama adalah fakta yang terjadi di Indonesia. Ada dasar hukum
yang mengesahkannya, ada juga dasar hukum yang sangat membedakan pernikahan
secara Islami dan agama lain. Berkaitan dengan esay, Sapardi Djoko Damono
berpendapat bahwa ada hal yang bertolak belakang pada puisi-puisi Deny. Puisi
adalah hasil olah imajinasi sedang catatan kaki adalah berita. Sapardi
menyimpulkan ada keinginan Deny untuk menggiring pembaca memahami isu sosial
yang melatarbelakangi “Atas Nama Cinta”.
Memilih satu dari
kumpulan puisi Deny yang berjudul “Bunga Kering Perpisahan”, isu sosial yang
diangkat adalah pernikahan beda agama di Indonesia. Terjadinya pernikahan beda
agama disebabkan Indonesia memiliki UU Perkawinan yang memungkinkan terjadinya
hal tersebut. Masyarakat Indonesia berbeda menyikapinya. Catatan kaki yang
menyertai puisi “Bunga Kering Perpisahan”, menjelaskan fakta sebagian
masyarakat yang melakukan pernikahan beda agama. Tapi sayangnya, penjelasan
Deny tentang Rasulullah SAW yang pernah
menikahi perempuan Yahudi dari Madian berbeda dengan ayat-ayat Al-Quran yang
melarang pernikahan berbeda agama. Nabi sebagai uswatun hasanah, pasti tidak
melakukan apa yang disajikan Deny. Pastilah sang perempuan menjadi muslimah terlebih
dulu baru Rasulullah menikahinya. Ada pun narasi puisi, membicarakan bagaimana
seorang ayah yang memegang teguh prinsip ajaran Islam, dengan melarang anak
gadisnya menikah dengan teman sepermainannya yang nasrani. Cerita Dewi memang
cukup menggugah perasaan karena walaupun sudah menjalankan hal yang benar dalam
perkawinannya, ia mengakui hatinya tidak pernah tersentuh oleh suaminya, Joko.
Ternyata Dewi tidak pernah dapat melupakan Albert, laki-laki yang dicintainya.
Deny mengagungkan cinta sejati dan hal ini yang dinarasikan pada Dewi dan
Albert. Albert tetap setia, tidak pernah menikah dengan perempuan lain. Albert
meyakini bahwa Dewi adalah perempuan satu-satunya yang telah mengukir cinta di
hatinya. Dihabiskannya waktu penantian terhadap cinta Dewi dengan mendaki dari
satu gunung ke gunung lain, sambil memprotes kepada Tuhan tentang perpisahannya
dengan Dewi. Begitu pula dengan Dewi, setelah suaminya meninggal dunia, Dewi
berniat untuk kembali kepada cinta Albert. Dikirimnya bunga kering yang telah
disimpannya bertahun-tahun, sebagai pertanda keinginannya untuk kembali kepada
Albert. Saat itu, Dewi sepertinya telah melepaskan prinsip-prinsip Islam yang
sudah ditanamkan orang tuanya terhadap dirinya. Mungkin saja karena orang
tuanya tidak pernah meridloi cintanya kepada Albert, Dewi juga tak pernah dapat
mewujudkan cinta sejatinya kepada Albert. Takdir Allah berbicara. Albert
meninggal saat pendakiannya yang terakhir dan dikuburkan di gunung tersebut.
Dewi hanya menerima sepucuk surat dari Albert yang dititipkan ibunya dan surat
itu sepertinya yang akan disimpan Dewi seumur hidup, sebagai bentuk cinta
sejatinya yang tak pernah terwujud. Sebuah perpisahan yang sangat menyedihkan
seperti semakin keringnya bunga yang diberikan Albert kepadanya.
Sebuah genre baru
telah diciptakan Deny dalam “Atas Nama Cinta”. Akankah genre baru dalam karya
sastra puisi akan berlanjut pada karya para sastrawan di Indonesia? Sepertinya
harus menunggu puisi-puisi para sastrawan lain pasca “Atas Nama Cinta”.
PUISI ESAI “ATAS NAMA CINTA”, ANTARA IMAGINASI DAN FAKTA
Reviewed by agustin
on
Mei 09, 2017
Rating:
Tidak ada komentar